Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Salah satu pemandangan yang menyedihkan adalah sikap sebagian orang yang suka membuang-buang makanan. Bahkan kadang membuang makanan yang masih sangat layak untuk dikonsumsi.
Salah satu perbuatan yang dibenci Allah adalah membuang-buang harta. Termasuk diantaranya, membuang-buang makanan.
إِنَّ اللَّهَ كَرِهَ لَكُمْ ثَلاَثًا قِيلَ وَقَالَ ، وَإِضَاعَةَ الْمَالِ ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ
Sesungguhnya Allah membeci kalian karena 3 hal: “katanya-katanya” (berita dusta), menyia-nyiakan harta, dan banyak meminta. (HR. Bukhari 1477 & Muslim 4578).
Dalil lain yang menunjukkan wajibnya memuliakan makanan adalah hadis tentang larangan menjadikan tulang untuk istinjak. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَسْتَنْجُوا بِالرَّوْثِ وَلاَ بِالْعِظَامِ فَإِنَّهُ زَادُ إِخْوَانِكُمْ مِنَ الْجِنِّ
Janganlah kalian beristinjak dengan kotoran atau dengan tulang, karena tulang adalah bahan makanan saudara kalian dari golongan jin. (HR. Turmudzi 18 dan dishahihkan al-Albani).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk menghormati makanan jin muslim. Dengan cara, tidak menggunakan tulang untuk istinjak. Karena tulang akan terkena najis. Sehingga, makanan manusia, harus lebih dimuliakan. Ulama menyebutnya denganqiyas aula (analogi superlatif).
Di samping itu, diantara bukti rasa syukur seseorang adalah dia hormati nikmat itu, dan bukan dihinakan.
Atas pertimbangan ini, para ulama melarang keras menghina makanan atau memposisikannya di tempat yang tidak terhormat.
Kita akan lihat beberapa keterangan ulama dalam masalah ini,
Pertama, keterangan dari Sufyan at-Tsauri – ulama tabi’ tabi’in –
Yahya bin Said menceritakan,
كَانَ سُفْيَانُ الثَّوْرِىُّ يَكْرَهُ أَنْ يُوضَعَ الرَّغِيفُ تَحْتَ الْقَصْعَةِ
Sufyan at-Tsauri membenci orang meletakkan roti di bawah piring. (HR. Turmudzi – keterangan hadis no. 1965).
Kedua, keterangan Hasan al-Bashri
Beliau menceritakan hukuman yang pernah Allah berikan kepada masyarakat yang tidak memuliakan makanan,
كَانَ أَهْلُ قَرْيَةٍ أَوْسَعَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ حَتَّى إِنَّهُمْ كَانُوا يَسْتَنْجُونَ بِالْخُبْزِ ، فَبَعَثَ اللَّهُ عَلَيْهِمَ الْجُوعَ حَتَّى أَنَّهُمْ كَانُوا يَأْكُلُونَ مَا يَقْعُدُونَ بِهِ
Ada sebuah penduduk desa yang Allah beri kelapangan dalam masalah rizki. Sampai mereka melakukan istinjak dengan roti. Akhirnya Allah kirimkan penyakit lapar, hingga mereka makan makanan yang mereka duduki. (Ibnu Abi Syaibah no. 36788)
Ketiga, keterangan Muhammad al-Baqir
Ibnu Abid Dunya dalam kitabnya Islahul Mal, menyebutkan riwayat dari Ja’far bin Muhammad, dari ayahnya, Muhammad al-Baqir (Abu Ja’far), beliau mengatakan,
كَانَ بَنُو إِسْرَائِيلَ يَسْتَنْجُونَ بِالْخُبْزِ , فَسَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْهِمُ الْجُوعَ , فَجَعَلُوا يَتْبَعُونَ حُشُوشَهُمْ فَيَأْكُلُونَهَا
Dulu, Bani Israil pernah beristinjak dengan roti. Hingga Allah kirimkan rasa lapar kepada mereka, hingga mereka mencari-cari di toilet mereka untuk dimakan. (Ibnu Abid Dunya – Islah Mal – no. 344)
Keempat, keterangan al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani,
Dikutib dalam risalah Masail Ajaba ‘anha al-Hafidz (permasalahan yang dijawab al-Hafidz Ibnu Hajar)
Beliau pernah ditanya tentang hukum menghinakan roti? Apakah boleh membuangnya di tanah? dan apakah kita harus mengagungkannya?
Jawaban al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani,
لا أعلم أحدًا من العلماء قال بجواز إهانة الخبز، كإلقائه تحت الأرجل، وطرح ما تناثر منه في المزبلة مثلاً أو نحو ذلك، ولا نصّ أحد من العلماء على المبالغة في إكرامه، كتقبيله مثلاً، بل نصّ أحمد رضي الله عنه على كراهة تقبيله ،
Saya tidak mengetahui ada seorangpun ulama yang mengatakan, “Boleh menghinakan roti.” Seperti diinjak, atau membuang roti sisa di tempat sampah atau semacamnya. Dan tidak ada satupun ulama yang menyarankan untuk berlebihan dalam memuliakan roti, seperti mencium roti. Bahkan Imam Ahmad radhiyallahu ‘anhu menegaskan dibencinnya mencium roti (dalam rangka memuliakan).
ومع عدم القائل بجواز الإهانة فيضاف إلى من أهانه استلزام ارتكاب عموم النهي عن إضاعة المال، فيمنع من طرحه تحت الأرجل، لأنّ الغير قد يتقذّر بعد ذلك، فيمتنع من أكله، مع الاحتياج إليه
Disamping tidak ada ulama yang membolehkan menghinakan roti, perbuatan semacam ini berarti melanggar larangan tentang menyia-nyiakan harta. Sehingga terlarang menginjaknya di kaki. Karena orang lain bisa merasa jijik setelah itu. Sehingga tidak mau memakannya, padahal dia sangat membutuhkannya.
Selanjutnya al-Hafidz menyebutkan bahwa hadis yang memerintahkan memuliakan roti adalah hadis yang dhaif dan maudhu’. Sehingga tidak bisa jadi dalil. Seperti hadis yang diriwayatkan Thabrani,
“Muliakanlah roti, karena Allah memuliakannya. Siapa yang memuliakan roti maka Allah akan memuliakannya.” Hadis ini sanadnya dhaif.
(Masail Ajaba ‘anha al-Hafidz, hlm. 20).
Sekalipun keterangan di atas berbicara tentang roti, namun ini berlaku untuk semua makanan. Karena roti adalah bahan makanan pokok bagi mereka. Dan tentu saja ini berlaku untuk semua makanan.
Allahu a’lam. (konsultsasisyariah)
IKLAN