Green tidak bisa menerima logika tentang konsep Tuhan yang ia dapatkan di bangku sekolah. Hidayah bisa muncul kapan saja dan di mana saja. Tidak terkecuali ketika seseorang gelisah saat mencoba menjawab pertanyaan mengenai konsep Tuhan. Hal itulah yang dialami oleh Abdur Raheem Green. Pria yang kini menjadi ustaz ini punya sejarah panjang bagaimana ia sampai memeluk Islam.
Namanya aslinya Anthony Vatswaf Galvin Green. Ia telah berganti nama ketika memutuskan memeluk Islam.
Terlahir di Dar As-Salam, Tanzania, Green adalah anak seorang pejabat kolonial Inggris. Saat masih kecil Green dimasukkan ke sekolah agama di Bologna. Setelah lulus, Green kembali belajar agama di sekolah agama di Yorkshire, Inggris Utara.
Tetapi dalam diri Green sering timbul pertanyaan mengenai konsep ajaran yang dianut oleh ibunya. Dia juga merasa aneh dengan doktrin pengakuan dosa. Menurutnya, itu adalah doktrin aneh dan tidak lebih dari konspirasi besar untuk mengendalikan orang lain.
Saat berusia 11 tahun, ayah Green mendapat tugas sebagai manajer Bank Barclays di Kairo, Mesir. Sejak itu hingga 10 tahun kemudian, Mesir menjadi tempat Green menghabiskan liburan sekolah meski tetap bersekolah di Inggris.
Green menikmati liburannya di Mesir. Tetapi ia selalu gelisah dengan sejumlah pertanyaan spiritual ketika kembali ke Inggris.
Ia merasa kehidupan Barat yang dijalaninya selama ini selalu mengukur kebahagiaan dengan materi. Berbeda jauh jika dibandingkan dengan kehidupan masyarakat Muslim di Mesir.
Green lantas bertanya-tanya tentang tujuan hidupnya dan alasan mengapa manusia ada. Dia merenungkan semua pertanyaan-pertanyaan itu hingga akhirnya termotivasi untuk mencari jawaban sesungguhnya.
Green pun mulai mencari tahu tentang ajaran agama lain yang dianggapnya bisa memberikan pandangan dan pemahaman tetap makna dan tujuan hidup. Akhirnya, Green bertemu dengan seorang pemuda Muslim Mesir yang memberinya pencerahan soal Tuhan.
Bagi Green, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pemuda itu kepadanya serasa seperti tinju Mike Tyson yang mendarat di wajahnya. Green merasa dirinya selama ini bodoh dan tertipu. Hatinya tak pernah tenang.
Keyakinan Green terhadap agamanya mulai terkikis. Green mengembara mencari agama lain, namun yang ditemuinya tak bisa menenangkan kegelisahan hatinya.
Green pun sempat berpikir untuk tak lagi peduli pada agama. Yang ada di pikirannya hanya ingin hidup sesenang mungkin.
"Saat itu saya berpikir mungkin hidup itu tidak ada maknanya, tak ada yang lebih penting dalam hidup kecuali menjadi orang kaya," kenangnya.
Namun dia tidak memiliki banyak uang, jadi harus bekerja keras untuk mendapatkannya. Green melihat negara-negara yang dianggapnya mudah mendatangkan uang. Mulai dari Inggris, Amerika, Jepang, hingga Arab Saudi yang juga salah satu negara kaya.
Saat memikirkan Arab Saudi, Green tertarik dengan cara orang Arab mendapatkan uang melimpah. Mereka hanya perlu mengucapkan 'Allahu Akbar' di atas unta dan uang pun mengalir. Saat itu Green merasa penasaran dengan orang Arab, 'pasti ada sesuatu di sana'.
Green mulai berpikir tentang apa agama dan kitab suci mereka. Dia teringat dengan Alquran, yang saat itu dia pikir 'kitabnya orang-orang Arab'. Green kemudian membeli satu salinan Alquran dan membacanya saat naik kereta api yang melintasi Sungai Thames menuju Stasiun Victoria.
"Saya sangat ingat dengan jelas saya duduk di kereta dekat jendela dan membaca terjemahan Alquran itu."
Saat itu, Green membaca Alquran bukan untuk mencari jawaban atas kegelisahan spiritualnya, tapi hanya ingin tahu isinya. Green hanya penasaran dengan isi Alquran.
Bukan sekadar pemahaman yang ia dapat, Green justru mendapat ketenangan batin dari tiap lembar Alquran terjemahan itu. Dahaga akan jawaban dan rasa penasaran yang selama ini menggelayut di hatinya perlahan mulai terjawab kata demi kata dalam ayat Alquran.
"Saya memandang ke luar jendela sejenak, lalu membaca lagi. Jika di dunia ini ada sebuah buku yang ditulis oleh Tuhan, maka inilah dia," kenangnya.
Beberapa hari kemudian, Green pergi ke sebuah toko buku yang merupakan bagian dari sebuah masjid. Saat melihat-lihat buku tentang Nabi Muhammad dan salat, Green didekati penjaga toko. Kebetulan hari itu adalah Jumat.
"Maaf, Anda seorang Muslim?," tanya penjaga tersebut. Green menjawab, "Dengar, saya percaya hanya ada satu Tuhan yaitu Allah SWT dan Muhammad adalah utusan-Nya."
"Berarti Anda seorang Muslim," kata penjaga itu lagi. Green hanya menjawab, "Terima kasih".
Penjaga toko itu kemudian berkata pada Green bahwa sudah waktunya untuk menunaikan salat Jumat. Green pun diajak untuk salat Jumat meski dia sendiri belum tahu apa-apa. Namun Green tetap ikut meski banyak gerakannya yang salah.
Namun hari Jumat tersebut menjadi sejarah baru bagi kehidupan spiritual Green. Dengan disaksikan jamaah lainnya, Green akhirnya mengucapkan kalimat syahadat. [dream]
(Ism, Sumber: Onislam.net)